Karena sedih, ia
kembali ke lokasi di pantai. Lebih baik ia menghabiskan waktu di sana, berharap
bisa melupakan semua kejadian dengan
Bryan tadi. Di perjalanan menuju pantai, Oxi terus-menerus menangis. Ia masih
tak percaya yang terjadi hari ini. Bryan yang ia kenal bukannya seperti ini. Ia
sangat amat sedih sekarang.
Sampai di lokasi di
pantai. Ia langsung masuk penginapan dan tidur di kamarnya. Pikirnya dengan
tidur bisa meringankan beban hatinya. Tapi ia salah, sampai mimpipun rasa itu
terus mengikutinya. Ia bermimpi terus mengulangi kejadian tadi dan malah jadi
lebih buruk.
Managernya datang dan
menanyakan keadaan Oxi sekarang. Tapi kala itu Oxi masih tidur, ia kelihatan
lelah sekali. Si Manager tak berani membangunkannya. Saat makan malam tiba,
semua berkumpul untuk makan bersama tak terkecuali Oxi. Tapi ada yang aneh
dengan Oxi. Matanya sembab, bengkak, dan memerah sepertinya ia terlalu banyak
menangis. Penampilannya terlihat kusut tak seperti biasanya yang terlihat
segar. Banyak yang berbisik membicarakannya. Mendengar hal ini Sutradara Shin tak
tinggal diam. Selesai makan malam, ia memanggil Oxi.
“ Oxi, apa kau
baik-baik saja?”
“ Hm, iya tentu aku
baik-baik saja,” katanya sambil memaksakan senyum.
“ Jangan bohong. Ini
sudah terlihat jelas.”
Oxi tertunduk lesu.
Sutradara menghela nafas panjang.
“ Hm, sudahlah. Apapun
yang terjadi padamu jangan sedih. Ingat lusa juga ada adegan sedih. Jangan
sampai air matamu habis.”
Kata-kata Sutradara
membuat Oxi tersenyum.
“ Terima kasih
sarannya, aku pamit Sutradara. Selamat malam.”
***
Selama ia pergi ke
lokasi awal ternyata semua kru telah bersenang-senang menikmati semua permainan
air di sini. Walau ia agak kecewa karena tidak bisa bermain-main, ia masih bisa
memakluminya. Salahnya sendiri kemarin pergi. Dan menjadi sakit hati sendiri. Hari
ini rencananya kru akan pergi ke pulau di seberang pantai ini. Jaraknya tak
terlalu jauh, naik speedboat mungkin hanya memakan waktu 15 menit. Oxi tidak
ikut pergi. Ia beralasan sedang merasa tidak enak badan. Jadi ia memilih
tinggal di penginapan atau melakukan spa di sini.
Manager Ma berusaha
meyakinkannya agar mau ikut. Tapi Oxi tetap menolak. Keputusannya sudah bulat.
Akhirnya berangkatlah semua kru. Tinggal ia sendirian. Baginya sendirian itu
lebih asyik. Ia tak terlalu suka keramaian. Pilihan yang salah memang kalau ia
memutuskan terjun ke dunia hiburan. Di sini tak ada kata sendiri, karena pasti
ada Manager Ma, Presdir, Produser, kru, juga para penggemar di sekelilingnya.
Tapi terjun ke dunia hiburan adalah impiannya dari dulu. Sekuat tenaga ia bisa
masuk ke dunia ini, ia tak mau usahanya percuma. Apalagi kalau ia mengingat
masa traineenya yang tak mudah. Memang agak berat meninggalkan kakaknya
sendirian, karena di dunia ini hanyalah kakaknya satu-satunya keluarganya yang
masih hidup.
Hari masih pagi, ia mau
berjalan-jalan santai di sekitar pantai. Rasanya akan lebih rileks pastinya. Ia
berjalan dan terus berjalan. Tak ia sangka ia berjalan terlalu jauh. Ia hendak
kembali tapi ada yang menahannya. Kakinya terlalu lelah. Ia putuskan untuk
istirahat sebentar. Ia duduk bersandar di bawah pohon kelapa. Angin sepoi-sepoi
membuatnya mengantuk, lalu tanpa sadar ia jadi tertidur.
Para kru sudah pulang
dari wisatanya. Mereka tak menjumpai Oxi. Mereka kira Oxi ada di tempat spa,
jadi mereka menyuruh Manager Ma menghampirinya untuk makan siang bersama.
Sampai di tempat spa Oxi tak ada di sana. Ia mencari ke penginapan tapi Oxi
juga tidak ada. Ia coba menelefonnya tapi ponselnya sengaja ditinggal di
penginapan. Manager Ma khawatir. Manager Ma bilang ke semua orang kalau Oxi
menghilang. Ia tak ada di tempat spa maupun di penginapan. Semua jadi panik. Mereka
mengira Oxi tenggelam, diculik, atau perkiraan terburuk lainnya. Mereka
memanggil 911, dan terus mencari keberadaan Oxi.
Tapi di sisi lain Oxi
baru bangun dari tidurnya. Badannya terasa pegal, kakinya apalagi. Ia
merentangkan tangannya dan menguap.
“ Baru bangun?” ada suara
laki-laki yang mengagetkannya.
“
Siapa kau?”
“ Kau tak mengenaliku?
Benarkah?”
Oxi jadi bingung,
sepertinya ia benar-benar tak pernah kenal.
“ Aku tak mengenalmu.
Cepat katakan kau ini siapa?”
“ Ok ok, jangan kaget
ya? Aku Frans. Frans McGurley. Sekarang kau ingat?”
“ Hah! Frans? Ini benar
kau?”
Frans adalah pemeran tokoh
kakak Oxi dalam film ini. Ia bintang terkenal. Penggemarnya menggunung. Tak ada
seorangpun yang tak kenal Frans di negara ini. Ternyata benar juga apa kata
orang-orang dan dari foto yang pernah dilihatnya. Frans benar-benar tampan.
Walau menurut Oxi yang paling tampan itu Bryan. Kalau boleh membandingkan
dengan skala angka sih perbandingannya 2:3 untuk Bryan dan Frans. Beda-beda
tipislah. Frans berperawakan tinggi, kulitnya putih bersih, pokoknya bisa
dilihat kalau dia nyaris sempurna. Oxi sekarang bahkan masih tercengang melihat
kalau itu benar-benar Frans.
“ Hei!,” Frans
membuyarkan lamunan Oxi.
“ Sebegitunya ya kau terpesona
mengagumi wajah tampanku ini. Sampai-sampai tak berkedip sedikitpun.”
Oxi sadar, “ sombong
sekali kau. Hanya saja aku tak percaya kau ada di sini. Kenapa kau bisa ada di
sini? Inikan jauh dari lokasi. Harusnya juga kau belum sampai di sini.”
“ Kenapa? Memang aku
tidak boleh ada di sini? Memangnya ini tempat privasi milikmu? Bukan kan?”
Oxi tergagap, “ bukannya
begitu, hanya saja aku masih belum bisa percaya.”
“ Memang kau harus
percaya?”
“ Ih, menyebalkan.”
“ Menyebalkan sama
sepertimu. Wah, kita sama ya?” kini Frans meledek Oxi.
Oxi diam. Sepertinya ia
ngambek. Frans sadar itu lalu dia jadi bersikap serius.
“ Aku ke sini cuma
karena ingin sendiri. Tak sangka malah bertemu denganmu. Ini kebetulan sekali
ya? Aku sampai duluan dari jadwal karena aku memang orang yang ingin datang
lebih awal. Aku juga tidak salah kan?”
Oxi kini dapat
menerimanya.
“ Bukannya dari tadi
bilang. Tak perlu buang tenaga dan waktu kan?”
“ Iya iya, sory ya?”
“ Hm,...” Oxi hanya
membalasnya dengan gumaman.
Frans melangkah maju
mendekati Oxi dan duduk di sampingnya.
“ Kau sendiri, kenapa
bisa ada di sini?”
“ Oh, aku suka sendiri.
Apalagi kalau sedih.”
“ Jadi sekarang
bersedih? Pasti karena pacar?”
Oxi tadi keceplosan.
Entah kenapa ia bisa mengatakannya begitu saja di hadapan Frans. Padahal ia
baru mengenalnya. Biasanya Oxi takkan bercerita semudah itu pada orang baru.
Tapi ada sesuatu yang menariknya. Seperti ada kedekatan khusus antara mereka.
Ini tak bisa terjadi. Belum tentu Frans itu orang yang baik.
“ Bukan pacar, hanya
teman.”
“ Kalau teman tidak
seperti inikan kau menanggapinya. Jangan bohong, pasti lebih dari sekedar teman
kan?”
“ Mulai deh, kau jadi
sok tahu.”
“ Aku memang tahu.
Apalagi kalau gadis sepertimu, aku paling tahu itu.”
“ Ih, dasar playboy.”
“ Kau bilang aku
playboy?”
“ Bukan, aku tadi
bilang Pinkyboy.”
“ Apa? Awas ya kau.”
Oxi berdiri lalu ingin berlari.
Tapi tak ia sangka kakinya malah tersandung kaki satunya. Ia kehilangan
keseimbangan lalu jatuh menindih Frans.
“ Aduh!!!!!” teriak
Frans yang tertindih.
Oxi segera berdiri, ia
malu kalau ternyata ia jatuh menindih Frans.
“ Kau baik-baik saja?”
Frans malah bertanya.
“ Iya, aku tak apa-apa,
maaf ya?” Oxi mengatakannya dengan muka
memerah. Ia sangat malu sekarang.
“ Uh, ternyata kau
berat sekali. Rasanya seperti tertimpa badak.”
“ Apa kau bilang? Aku
jadi malu tahu. Sudah jangan bahas lagi ya? Maaf ya?”
“ Iya Nona Sheeba...”
Sheeba? Bagaimana ia
bisa tahu nama belakang Oxi? Oxi curiga. Tadi ia merasa ada kedekatan dengan
Frans. Sekarang Frans memanggilnya dengan nama belakang. Apa ia pernah mengenal
Frans sebelumnya? Ah, mungkin perasaannya saja. Wajar saja seseorang mengetahui
nama belakang orang lain. Itu sangat wajar. Ia tak boleh berprasangka lagi.
Kalau mereka lagi asyik
bercanda sambil main-main. Semua kru saat ini sedang panik. Hari mulai sore
tapi Oxi belum juga muncul. Sudah diputuskan Sutradara Shin akan menelefon
Sutradara Yang yang ada di lokasi
pertama (lokasi syuting Bryan) dan Produser.
“ Apa? Oxi hilang.
Tenggelam? Diculik? Bagaimana bisa?”, Sutradara Yang tengah melakukan
pengambilan gambar saat menerima telfon yang memberitahukan bahwa Oxi hilang.
Kebetulan Bryan ada di
situ, ia mendengarnya. Ia syok berat. Oxi tenggelam atau diculik. Syuting
dihentikan sementara. Tapi Bryan terlalu panik, tanpa pikir panjang ia berlari
ke ruangan mengambil kunci mobil lalu pergi ke lokasi syuting Oxi. Ia khawatir
sesuatu yang buruk terjadi pada Oxi. Ia akan menyalahkan dirinya sendiri kalau
itu sampai terjadi. Kata-katanya yang mungkin membuat Oxi jadi seperti ini. Tanpa
ia sadari tujuannya kali ini adalah pantai. Bryan sungguh benci tempat ini. Ada
kepiting, kerang, siput, dan hewan laut lainnya. Ia paling takut dengan
hewan-hewan seperti itu. Ia bahkan tak ingat traumanya akan pantai dan laut. Ia
terus menambah kecepatan mobilnya.
Sampai di lokasi itu
hari sudah sore. Bryan langsung mencari Managernya Oxi, Manager Ma.
“ Manager Ma, dimana
Oxi?”
“ Aku juga belum tahu.
Kalau aku sudah tahu, pastinya Oxi ada di sini sekarang.”
Bryan makin panik
sekarang. Bryan lantas pergi begitu saja. Sejauh ia melihat semua orang juga
sama paniknya di sana. Di pantai tengah diadakan patroli pencarian. Bryan ikut menyusuri
pantai untuk mencari Oxi. Kemudian ia putuskan pergi sendiri lebih jauh agar
dapat menemukan Oxi. Ia berjalan makin jauh dari penginapan. Ia menahan diri
saat melihat kepiting atau kerang berserakan di sana-sini sepanjang pantai.
Oxi tengah bercanda dengan
Frans. Tak pernah mengira bintang seperti Frans kelihatan dingin dan kurang
peduli dengan orang lain bisa sehangat dan sangat bersahabat seperti sekarang.
“ Sudah-sudah mainnya.
Aku lelah.” Oxi berhenti.
Oxi menghempaskan
tubuhnya ke pasir yang putih. Frans yang bermain air di pinggiran mengikuti Oxi
dan berbaring di sampingnya. Mereka berdua menatap langit biru yang luas.
“ Aku senang sekali,”
kata Frans.
“ Aku juga senang
sekali, terimakasih Frans,” jawab Oxi
“ Tidak, harusnya aku
yang berterima kasih. Jarang sekali aku bertemu orang yang sepertimu. Membuatku
bisa menikmati ini semua. Sebelumnya aku bosan dengan kehidupanku. Sekarang ia
baru mengerti sisi lain kehidupan yang indah. Menikmati hidup yang sekarang
ini. Ini semua karenamu. Terima kasih Oxi.”
“ Itu tidak perlu, aku
memang harus berterima kasih. Sekarang rasa sedih itu hilang. Dan rasanya lucu
sekali bisa bermain dengan bintang sepertimu. Ada yang bisa aku jadikan
pelajaran, kalau nantinya aku juga bisa jadi bintang sepertimu aku tak akan
lupa untuk bermain seperti ini agar aku tak merasa bosan,” pernyataan aneh itu
membuat Frans tertawa, terbahak-bahak malah.
Hari mulai gelap,
mereka harus bergegas menuju penginapan. Sebelum kembali Frans ingin mengatakan
sesuatu.
“ Oxi, bukankah kau
belum mengenal aku?”
“ Maksudmu apa?” Oxi jadi
heran.
“ Kita kan belum
kenalan. Ayo kita kenalan! Namaku Frans McGurley, panggil saja aku Frans.”
Walaupun agak terkesan
konyol Oxi mau saja berkenalan dengannya.
“ Namaku Oxilica
Sheeba.”
“ Senang berkenalan
denganmu.”
“ Iya aku juga.”
“ Maukah kau berteman
denganku?”
“ Tentu, dengan senang
hati.”
“ Kita teman?”
“ Iya, kita teman.”
“ Hm, sebentar. Aku
punya sesuatu.” Frans mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Lalu ia berikan pada
Oxi.
“ Ini kerang untukmu.
Aku tadi tak sengaja menemukannya saat bermain. Kukira ini cukup bagus, bukan
begitu?”
“ Iya ini bagus sekali.
Terima kasih, Frans.”
“ Sama-sama,” sambil
merangkul Oxi.
Mereka berjalan pulang.
Tapi lagi-lagi kaki Oxi lelah. Ia tak sanggup lagi berjalan. Frans menawarkan
bantuan. Oxi menolaknya. Tapi si Frans bersikeras, ia menggendong Oxi langsung.
Oxi malu, tak seharusnya ia melakukannya. Oxi bukan anak kecil. Tapi protesnya
diabaikan Frans. Baginya tak ada yang bisa menghalanginya untuk menolong
seorang teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar