Minggu, 17 Juni 2012

The Last Hope Part 4


Karena sedih, ia kembali ke lokasi di pantai. Lebih baik ia menghabiskan waktu di sana, berharap  bisa melupakan semua kejadian dengan Bryan tadi. Di perjalanan menuju pantai, Oxi terus-menerus menangis. Ia masih tak percaya yang terjadi hari ini. Bryan yang ia kenal bukannya seperti ini. Ia sangat amat sedih sekarang.
Sampai di lokasi di pantai. Ia langsung masuk penginapan dan tidur di kamarnya. Pikirnya dengan tidur bisa meringankan beban hatinya. Tapi ia salah, sampai mimpipun rasa itu terus mengikutinya. Ia bermimpi terus mengulangi kejadian tadi dan malah jadi lebih buruk.

Managernya datang dan menanyakan keadaan Oxi sekarang. Tapi kala itu Oxi masih tidur, ia kelihatan lelah sekali. Si Manager tak berani membangunkannya. Saat makan malam tiba, semua berkumpul untuk makan bersama tak terkecuali Oxi. Tapi ada yang aneh dengan Oxi. Matanya sembab, bengkak, dan memerah sepertinya ia terlalu banyak menangis. Penampilannya terlihat kusut tak seperti biasanya yang terlihat segar. Banyak yang berbisik membicarakannya. Mendengar hal ini Sutradara Shin tak tinggal diam. Selesai makan malam, ia memanggil Oxi.
“ Oxi, apa kau baik-baik saja?”
“ Hm, iya tentu aku baik-baik saja,” katanya sambil memaksakan senyum.
“ Jangan bohong. Ini sudah terlihat jelas.”
Oxi tertunduk lesu. Sutradara menghela nafas panjang.
“ Hm, sudahlah. Apapun yang terjadi padamu jangan sedih. Ingat lusa juga ada adegan sedih. Jangan sampai air matamu habis.”
Kata-kata Sutradara membuat Oxi tersenyum.
“ Terima kasih sarannya, aku pamit Sutradara. Selamat malam.”
***
Selama ia pergi ke lokasi awal ternyata semua kru telah bersenang-senang menikmati semua permainan air di sini. Walau ia agak kecewa karena tidak bisa bermain-main, ia masih bisa memakluminya. Salahnya sendiri kemarin pergi. Dan menjadi sakit hati sendiri. Hari ini rencananya kru akan pergi ke pulau di seberang pantai ini. Jaraknya tak terlalu jauh, naik speedboat mungkin hanya memakan waktu 15 menit. Oxi tidak ikut pergi. Ia beralasan sedang merasa tidak enak badan. Jadi ia memilih tinggal di penginapan atau melakukan spa di sini.
Manager Ma berusaha meyakinkannya agar mau ikut. Tapi Oxi tetap menolak. Keputusannya sudah bulat. Akhirnya berangkatlah semua kru. Tinggal ia sendirian. Baginya sendirian itu lebih asyik. Ia tak terlalu suka keramaian. Pilihan yang salah memang kalau ia memutuskan terjun ke dunia hiburan. Di sini tak ada kata sendiri, karena pasti ada Manager Ma, Presdir, Produser, kru, juga para penggemar di sekelilingnya. Tapi terjun ke dunia hiburan adalah impiannya dari dulu. Sekuat tenaga ia bisa masuk ke dunia ini, ia tak mau usahanya percuma. Apalagi kalau ia mengingat masa traineenya yang tak mudah. Memang agak berat meninggalkan kakaknya sendirian, karena di dunia ini hanyalah kakaknya satu-satunya keluarganya yang masih hidup.
Hari masih pagi, ia mau berjalan-jalan santai di sekitar pantai. Rasanya akan lebih rileks pastinya. Ia berjalan dan terus berjalan. Tak ia sangka ia berjalan terlalu jauh. Ia hendak kembali tapi ada yang menahannya. Kakinya terlalu lelah. Ia putuskan untuk istirahat sebentar. Ia duduk bersandar di bawah pohon kelapa. Angin sepoi-sepoi membuatnya mengantuk, lalu tanpa sadar ia jadi tertidur.
Para kru sudah pulang dari wisatanya. Mereka tak menjumpai Oxi. Mereka kira Oxi ada di tempat spa, jadi mereka menyuruh Manager Ma menghampirinya untuk makan siang bersama. Sampai di tempat spa Oxi tak ada di sana. Ia mencari ke penginapan tapi Oxi juga tidak ada. Ia coba menelefonnya tapi ponselnya sengaja ditinggal di penginapan. Manager Ma khawatir. Manager Ma bilang ke semua orang kalau Oxi menghilang. Ia tak ada di tempat spa maupun di penginapan. Semua jadi panik. Mereka mengira Oxi tenggelam, diculik, atau perkiraan terburuk lainnya. Mereka memanggil 911, dan terus mencari keberadaan Oxi.
Tapi di sisi lain Oxi baru bangun dari tidurnya. Badannya terasa pegal, kakinya apalagi. Ia merentangkan tangannya dan menguap.
“ Baru bangun?” ada suara laki-laki yang mengagetkannya.
“ Siapa kau?”      
“ Kau tak mengenaliku? Benarkah?”
Oxi jadi bingung, sepertinya ia benar-benar tak pernah kenal.
“ Aku tak mengenalmu. Cepat katakan kau ini siapa?”
“ Ok ok, jangan kaget ya? Aku Frans. Frans McGurley. Sekarang kau ingat?”
“ Hah! Frans? Ini benar kau?”
Frans adalah pemeran tokoh kakak Oxi dalam film ini. Ia bintang terkenal. Penggemarnya menggunung. Tak ada seorangpun yang tak kenal Frans di negara ini. Ternyata benar juga apa kata orang-orang dan dari foto yang pernah dilihatnya. Frans benar-benar tampan. Walau menurut Oxi yang paling tampan itu Bryan. Kalau boleh membandingkan dengan skala angka sih perbandingannya 2:3 untuk Bryan dan Frans. Beda-beda tipislah. Frans berperawakan tinggi, kulitnya putih bersih, pokoknya bisa dilihat kalau dia nyaris sempurna. Oxi sekarang bahkan masih tercengang melihat kalau itu benar-benar Frans.
“ Hei!,” Frans membuyarkan lamunan Oxi.
“ Sebegitunya ya kau terpesona mengagumi wajah tampanku ini. Sampai-sampai tak berkedip sedikitpun.”
Oxi sadar, “ sombong sekali kau. Hanya saja aku tak percaya kau ada di sini. Kenapa kau bisa ada di sini? Inikan jauh dari lokasi. Harusnya juga kau belum sampai di sini.”
“ Kenapa? Memang aku tidak boleh ada di sini? Memangnya ini tempat privasi milikmu? Bukan kan?”
Oxi tergagap, “ bukannya begitu, hanya saja aku masih belum bisa percaya.”
“ Memang kau harus percaya?”
“ Ih, menyebalkan.”
“ Menyebalkan sama sepertimu. Wah, kita sama ya?” kini Frans meledek Oxi.
Oxi diam. Sepertinya ia ngambek. Frans sadar itu lalu dia jadi bersikap serius.
“ Aku ke sini cuma karena ingin sendiri. Tak sangka malah bertemu denganmu. Ini kebetulan sekali ya? Aku sampai duluan dari jadwal karena aku memang orang yang ingin datang lebih awal. Aku juga tidak  salah kan?”
Oxi kini dapat menerimanya.
“ Bukannya dari tadi bilang. Tak perlu buang tenaga dan waktu kan?”
“ Iya iya, sory ya?”
“ Hm,...” Oxi hanya membalasnya dengan gumaman.
Frans melangkah maju mendekati Oxi dan duduk di sampingnya.
“ Kau sendiri, kenapa bisa ada di sini?”
“ Oh, aku suka sendiri. Apalagi kalau sedih.”
“ Jadi sekarang bersedih? Pasti karena pacar?”
Oxi tadi keceplosan. Entah kenapa ia bisa mengatakannya begitu saja di hadapan Frans. Padahal ia baru mengenalnya. Biasanya Oxi takkan bercerita semudah itu pada orang baru. Tapi ada sesuatu yang menariknya. Seperti ada kedekatan khusus antara mereka. Ini tak bisa terjadi. Belum tentu Frans itu orang yang baik.
“ Bukan pacar, hanya teman.”
“ Kalau teman tidak seperti inikan kau menanggapinya. Jangan bohong, pasti lebih dari sekedar teman kan?”
“ Mulai deh, kau jadi sok tahu.”
“ Aku memang tahu. Apalagi kalau gadis sepertimu, aku paling tahu itu.”
“ Ih, dasar playboy.”
“ Kau bilang aku playboy?”
“ Bukan, aku tadi bilang Pinkyboy.”
“ Apa? Awas ya kau.”
Oxi berdiri lalu ingin berlari. Tapi tak ia sangka kakinya malah tersandung kaki satunya. Ia kehilangan keseimbangan lalu jatuh menindih Frans.
“ Aduh!!!!!” teriak Frans yang tertindih.
Oxi segera berdiri, ia malu kalau ternyata ia jatuh menindih Frans.
“ Kau baik-baik saja?” Frans malah bertanya.
“ Iya, aku tak apa-apa, maaf  ya?” Oxi mengatakannya dengan muka memerah. Ia sangat malu sekarang.
“ Uh, ternyata kau berat sekali. Rasanya seperti tertimpa badak.”
“ Apa kau bilang? Aku jadi malu tahu. Sudah jangan bahas lagi ya? Maaf ya?”
“ Iya Nona Sheeba...”
Sheeba? Bagaimana ia bisa tahu nama belakang Oxi? Oxi curiga. Tadi ia merasa ada kedekatan dengan Frans. Sekarang Frans memanggilnya dengan nama belakang. Apa ia pernah mengenal Frans sebelumnya? Ah, mungkin perasaannya saja. Wajar saja seseorang mengetahui nama belakang orang lain. Itu sangat wajar. Ia tak boleh berprasangka lagi.
Kalau mereka lagi asyik bercanda sambil main-main. Semua kru saat ini sedang panik. Hari mulai sore tapi Oxi belum juga muncul. Sudah diputuskan Sutradara Shin akan menelefon Sutradara  Yang yang ada di lokasi pertama (lokasi syuting Bryan) dan Produser.
“ Apa? Oxi hilang. Tenggelam? Diculik? Bagaimana bisa?”, Sutradara Yang tengah melakukan pengambilan gambar saat menerima telfon yang memberitahukan bahwa Oxi hilang.
Kebetulan Bryan ada di situ, ia mendengarnya. Ia syok berat. Oxi tenggelam atau diculik. Syuting dihentikan sementara. Tapi Bryan terlalu panik, tanpa pikir panjang ia berlari ke ruangan mengambil kunci mobil lalu pergi ke lokasi syuting Oxi. Ia khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada Oxi. Ia akan menyalahkan dirinya sendiri kalau itu sampai terjadi. Kata-katanya yang mungkin membuat Oxi jadi seperti ini. Tanpa ia sadari tujuannya kali ini adalah pantai. Bryan sungguh benci tempat ini. Ada kepiting, kerang, siput, dan hewan laut lainnya. Ia paling takut dengan hewan-hewan seperti itu. Ia bahkan tak ingat traumanya akan pantai dan laut. Ia terus menambah kecepatan mobilnya.
Sampai di lokasi itu hari sudah sore. Bryan langsung mencari Managernya Oxi, Manager Ma.
“ Manager Ma, dimana Oxi?”
“ Aku juga belum tahu. Kalau aku sudah tahu, pastinya Oxi ada di sini sekarang.”
Bryan makin panik sekarang. Bryan lantas pergi begitu saja. Sejauh ia melihat semua orang juga sama paniknya di sana. Di pantai tengah diadakan patroli pencarian. Bryan ikut menyusuri pantai untuk mencari Oxi. Kemudian ia putuskan pergi sendiri lebih jauh agar dapat menemukan Oxi. Ia berjalan makin jauh dari penginapan. Ia menahan diri saat melihat kepiting atau kerang berserakan di sana-sini sepanjang pantai.
Oxi tengah bercanda dengan Frans. Tak pernah mengira bintang seperti Frans kelihatan dingin dan kurang peduli dengan orang lain bisa sehangat dan sangat bersahabat seperti sekarang.
“ Sudah-sudah mainnya. Aku lelah.” Oxi berhenti.
Oxi menghempaskan tubuhnya ke pasir yang putih. Frans yang bermain air di pinggiran mengikuti Oxi dan berbaring di sampingnya. Mereka berdua menatap langit biru yang luas.
“ Aku senang sekali,” kata Frans.
“ Aku juga senang sekali, terimakasih Frans,” jawab Oxi
“ Tidak, harusnya aku yang berterima kasih. Jarang sekali aku bertemu orang yang sepertimu. Membuatku bisa menikmati ini semua. Sebelumnya aku bosan dengan kehidupanku. Sekarang ia baru mengerti sisi lain kehidupan yang indah. Menikmati hidup yang sekarang ini. Ini semua karenamu. Terima kasih Oxi.”
“ Itu tidak perlu, aku memang harus berterima kasih. Sekarang rasa sedih itu hilang. Dan rasanya lucu sekali bisa bermain dengan bintang sepertimu. Ada yang bisa aku jadikan pelajaran, kalau nantinya aku juga bisa jadi bintang sepertimu aku tak akan lupa untuk bermain seperti ini agar aku tak merasa bosan,” pernyataan aneh itu membuat Frans tertawa, terbahak-bahak malah.
Hari mulai gelap, mereka harus bergegas menuju penginapan. Sebelum kembali Frans ingin mengatakan sesuatu.
“ Oxi, bukankah kau belum mengenal aku?”
“ Maksudmu apa?” Oxi jadi heran.
“ Kita kan belum kenalan. Ayo kita kenalan! Namaku Frans McGurley, panggil saja aku Frans.”
Walaupun agak terkesan konyol Oxi mau saja berkenalan dengannya.
“ Namaku Oxilica Sheeba.”
“ Senang berkenalan denganmu.”
“ Iya aku juga.”
“ Maukah kau berteman denganku?”
“ Tentu, dengan senang hati.”
“ Kita teman?”
“ Iya, kita teman.”
“ Hm, sebentar. Aku punya sesuatu.” Frans mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Lalu ia berikan pada Oxi.
“ Ini kerang untukmu. Aku tadi tak sengaja menemukannya saat bermain. Kukira ini cukup bagus, bukan begitu?”
“ Iya ini bagus sekali. Terima kasih, Frans.”
“ Sama-sama,” sambil merangkul Oxi.
Mereka berjalan pulang. Tapi lagi-lagi kaki Oxi lelah. Ia tak sanggup lagi berjalan. Frans menawarkan bantuan. Oxi menolaknya. Tapi si Frans bersikeras, ia menggendong Oxi langsung. Oxi malu, tak seharusnya ia melakukannya. Oxi bukan anak kecil. Tapi protesnya diabaikan Frans. Baginya tak ada yang bisa menghalanginya untuk menolong seorang teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar