Oxi terduduk melamun
saat menatap laut yang luas. Harusnya ia memasang ekspresi terkesima lalu
mendadak ia menangis bahagia sekaligus sedih karena belum menemukan kakaknya
sesuai dengan naskah yang ada. Sekarang ia malah melamun, tatapannya kosong,
tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Anehnya Sutradara Shin tidak
menghentikan pengambilan gambar. Ia berkata pada Kameramen untuk tetap
mengambil gambar.
“ Sutradara, bagaimana
ini?”
“ Lanjutkan.”
“Apakah tidak sebaiknya
cut saja?”
“ Tidak. Terus ambil
gambarnya.”
“ Baiklah.”
Sekitar sepuluh menit
kemudian, barulah sang Sutradara menghentikan pengambilan gambar.
Oxi kontan terkaget. Ia
baru sadar ia tadi harusnya berakting sesuai naskah, bukannya melamun tidak
jelas. Yang di pikirannya hanya ada Bryan pantas saja ia melamun. Menurutnya
Bryan sungguh menjengkelkan. Kalau saja negara ini bukan negara hukum, pastilah
dia sudah mencekik Bryan sampai mati. Kesal rasanya, hatinya telah dibuat
begitu dongkol. Perbuatan Bryan sepertinya tak termaafkan.
“ Maaf, Sutradara. Apa
aku harus mengulang adegan tadi? Aku sungguh kehilangan kendali pikiranku.
Entah kenapa aku justru melamun.”
“ Tidak, tak perlu
diulang. Aktingmu luar biasa. Seperti yang kuharapkan.”
“ Bagaimana bisa? Tadi
aku hanya melamun, melalaikan peran dalam naskah.”
“ Itu justru yang
kuharapkan, akting yang natural. Menggunakan perasaan sepenuhnya. Bukankah tadi
kau memikirkan seseorang.”
“ Hm,...”
“ Orang itu telah
membuatmu benci tapi kau tetap memikirkannya. Hatimu sedang galau karenanya.
Ini sudah sesuai dengan naskah. Dalam naskah kau membenci kakakmu yang telah
meninggalkanmu tapi kau harus mencarinya. Bukankah sama saja? Kerjamu bagus,
bersiaplah adegan selanjutnya.”
Oxi hanya tercengang,”
baik Sutradara.”
Ia kehabisan kata-kata.
Ia masih mencerna kata-kata Sutradara. Menurutnya Sutradara bisa membaca
pikiran seperti mentalist atau bahkan cenayang. Haha, sebenarnya Sutradara
hanya bisa membaca ekspresi. Tentu ia berpengalaman dalam hal ini, kalau tidak
ya kenapa dia bisa jadi Sutradara kan?
Waktu yang ia miliki
masih banyak tersisa. Waktunya tak lagi tersita untuk syuting. Dia sudah
menyelesaikan sebagian dari semua bagiannya tadi. Kini ia boleh bersantai
sambil menunggu lawan mainnya datang. Setelah memeras tenaga memang lebih enak
kalau istirahat apalagi ditemani tempat yang nyaman, pemandangan yang indah,
makanan yang enak dan pelayanan kelas satu. Tapi masih ada satu hal yang
mengganjal di hatinya. Ini membuatnya tidak bisa menikmati liburannya.
Sepertinya ada sesuatu hal yang terlupakan. Apa itu? Dia belum tahu. Apakah ada
hubungannya dengan Bryan? Dia tak yakin.
***
Pikiran
Bryan sedang kacau, sepertinya ia merasa bersalah dan ingin segera mengakui
kesalahannya pada Oxi. Masalahnya Oxi sekarang tidak di sini, ini yang
membuatnya terus gusar. Ia yakin jauh dalam hatinya ia sangat membutuhkan Oxi.
Hanya saja di luar ia tak mau menunjukannya. Terjadilah pergolakkan batin tanpa
henti dalam dirinya. Ia tak bisa fokus pada aktingnya. Sebenarnya ia bukan tipe
orang yang tidak profesional. Ia telah berpengalaman dan memiliki banyak
pelajaran di bidang ini. Tapi dia merindukan Oxi dan dia tak bisa memungkiri
hal ini. Kalau perasaan tidak bisa diajak kompromi beginilah jadinya.
“ Maaf, tapi kali ini.
Aktingmu tak bisa membuat hatiku tersentuh. Bahkan kukira tadi sungguh hambar,
tak ada perasaan yang dapat tersampaikan. Harusnya kau berlatih lebih keras
lagi.”
“
Maaf Sutradara, aku akan berusaha lagi.”
“ Tidak tidak, cukup
dulu. Sepertinya kau butuh waktu untuk mendalami karakter dalam film ini. Kau
boleh istirahat. Ini penting untuk pemulihanmu.”
“ Apa? Apakah ada
kesalahan? Maafkan aku, aku akan terus mengulanginya sampai Sutradara bilang
OK.”
“ Tidak perlu kau
lakukan itu, akan percuma nanti. Lebih baik pulihkan keadaanmu dulu.”
“ Baik, aku mengerti.”
Bryan berjalan
meningggalkan lokasi menuju ruangnya. Ia terlihat linglung dan hilang arah. Ia
berjalan dengan menyeret kakinya, sungguh tak bertenaga.
“ Apa kau baik-baik
saja?” tanya Manager Ok.
“ Auaikaikaja,” Bryan
mengguman tak jelas.
“ Ha? Kau bilang apa?”
“ Aku baik-baik saja!”
Bryan membentak.
“ Ada apa denganmu? Tak
biasanya kau seperti ini. Kenapa sudah kembali? Kau gagal melakukan adegan
itu?”
Bryan tak menjawabnya,
ia melirik tajam. Manager Ok tahu artinya. Pikiran Bryan sedang kacau sekarang.
Bryan kini hanya memberi tatapan kosong di depan kaca. Ia merasa menjadi orang
yang paling tidak mampu sekarang. Ia tak berdaya, tak mampu lakukan apapun lagi
semenjak Oxi pergi.
Di saat yang sama Oxi
masih berpikir. Lama Oxi berpikir,
akhirnya ia menemukan jawabannya. Itu ada hubungannya dengan Bryan. Ternyata ia
memiliki firasat yang buruk, ia khawatir kalau ada apa-apa dengan Bryan. Ia
orang yang paling memahami Bryan, bahkan ia lebih memahami Bryan daripada
Manager Ok atau orang tuanya sekalipun. Semarah atau sekesal apapun ia harus
mengesampingkannya demi Bryan. Oxi memutuskan kembali ke lokasi syuting semula
dan meninggalkan di lokasi syuting saat ini. Toh, si pemeran Kakaknya yang
misterius itu belum datang. Kata para kru dia datang dua hari lagi. Jadi Oxi
bisa mengambil kesempatan dua hari ini.
Ia pergi demi Bryan.
Sampai di lokasi ternyata semua telah pindah lokasi sementara ke resort. Ia
lantas menyusul ke resort. Tapi di resort Sutradara Yang justru bilang ia
memberi Bryan jeda dan Bryan malah pergi ke lokasi awal. Oxi langsung kembali
ke lokasi awal untuk mencari Bryan.
Bryan menghilang entah
kemana. Sebagian kru juga mencarinya. Bryan gagal melakukan aktingnya. Ia telah
mengulang berkali-kali tapi tak berhasil. Sutradara memberinya jeda agar ia
bisa mendalami perannya, tapi disela-sela jedanya ia belum juga menemukan apa
yang harus dilakukannya, karena frustasi Bryan pergi dan bersembunyi.
***
Bryan tengah duduk di
batu dekat taman. Banyak yang mencarinya, tapi pohon di belakang batu yang ia
duduki membuatnya tak terlihat. Kabur saat syuting seperti ini adalah sikapnya
yang sangat kekanakkan. Ia kesulitan memahami naskah. Ia harus mengulang-ulang
adegan itu tapi tetap tak berhasil.
Oxi terus mencari Bryan.
Walaupun selama ini ia sengaja menghindar agar tak bertemu dengan Bryan, tapi
sekarang ia ingin membantu Bryan mengatasi masalahnya. Saat ini Bryan butuh
seseorang yang harus membantunya. Dan secara suka rela Oxi mau melakukan hal
itu. Oxi mencari ke segala penjuru tempat yang biasa dihampiri Bryan tapi tak
menemukannya. Ia mencoba untuk menyusuri taman, di sana akhirnya ia bisa
menemukan Bryan.
Oxi berjalan
menghampirinya. Byan yang menyadari kedatangan Oxi segera memasang muka masam.
“ Kau sedang
dicari-cari.”
“ Kau ke sini hanya mau
menghina kan?”
“ Tidak, hanya saja aku
mau membantu kamu.”
“ Puih! Tidak mungkin.”
“ Kenapa tidak? Aku
tahu kalau kita sekarang tidak akur. Tapi aku bukan berarti itu akan membuatku
untuk berhenti membantumu. Aku bukan tipe orang yang ingin memanfaatkan
kelemahan orang lain. Kalau lawan main punya kelemahan, aku harus membantunya.
Demi profesionalisme.”
“ You’re right,”
katanya pelan.
“ Apa? Apa yang kau
bilang?”
“ Tidak, aku tidak
bilang apa-apa.”
“ Alah, ayo
mengakulah!”
“ Aku bilang banyak
nyamuk, ayo kembali ke sana.”
Oxi tersenyum begitu
pula Bryan. Mereka berjalan bersama.
“ Ngomong-ngomong apa
yang membuatmu susah buat berakting
adegan itu. Menurutku ya, dialognya pendek, gerakannya mudah, dan,...” kalimat
Oxi terputus saat Bryan menggandeng tangan Oxi. Dipegangnya tangan Oxi erat.
“ Hanya saja saat
melakukan adegan itu dengan Rose, aku tidak bisa mendapat feeling.”
“ Kenapa begitu?”
“ Aku sendiri juga
tidak tahu.”
“ Sebelum-sebelumnya
kau selalu baik-baik saja di film-film yang lalu. Belum pernahkan sampai
seperti ini kan?”
“ Iya, tapi kali ini
beda.”
“ Apanya yang beda?”
“ Pokoknya beda.”
“ Ih, lalu apa? Kau
masih tak mau bilang. Siapa tahu aku bantu kan?”
“ Yakin mau bantu?”
“ Memangnya kenapa? Kau
masih tak percaya aku? Ya sudah, aku pergi saja kalau begitu.”
“ Eh, eh, jangan. Ok
ok. Begini, rasanya aku tidak bisa mendapat feeling karena ada yang beda.
Karena kau ada di sini. Tanpa kau aku leluasa berakting. Kali ini, di film yang
sama ada kau. Aku jadi canggung.”
“ Canggung? Santai
sajalah. Aku? I’m fine. Aku tak akan mengganggu kamu. Aku di sini juga bekerja
untuk diriku sendiri. Bukannya mau mengganggu kamu.”
“ Bukan itu maksudku. Sebelumnya kau hanya
menyemangatiku di belakang layar. Aku canggung karena kau jadi lawan mainku. Aku
nggak bisa leluasa melakukan itu dengan Rose. Dan malah ingin melakukan adegan
itu kalau bersama kau.”
“ Hah?” Oxi tercengang.
“ Kenapa begitu?”
“ Aku takkan bisa melakukan
itu dengan tulus kalau aku memang tidak menyukai orangnya.”
“ Tulus? Suka?” tanya
Oxi dalam hati.
“ Jangan bercanda. Aku
sekarang bukan yang dulu lagi. Bukan anak lugu, jadi jangan gampang bercanda
seperti itu.”
“ Aku tidak bercanda.
Aku jujur.”
“ Ihh....”
“ Sungguh. Rasanya
berbeda seperti kemarin saat aku bersamamu. Saat itu aku bisa terbawa dalam karakter
yang aku perankan, karena kau juga berakting dengan hebat.”
Bryan melempar pujian
yang menyatakan akting Oxi “hebat”. Bukannya kemarin Bryan masih menilai akting
Oxi setara artis kelas tiga? Hal ini membuat Oxi sedikit tersanjung. Rasa
kesalnya seperti meleleh hilang.
“ Apa itu pujian?”
“ Yaiyalah, hebat itu
memangnya bukan pujian ya?”
“ Kau ternyata baik
juga, tidak hanya menyebalkan.”
“ Kapan aku
menyebalkan?”
“ All the time.”
“ Benarkah?”
“ Iya, sangat
menyebalkan. Sampai-sampai aku pernah berpikir untuk mencekikmu.”
“ Mencekikku? Teganya.
Iya Aku memang menyebalkan. Tapi kenapa aku malah pernah merasa kalau aku suka
padamu.”
Oxi merasa disambar
petir. Apa dia salah dengar? Sampai-sampai ia membatu dan mulutnya rasanya
seperti dilem. Pengakuan Bryan sangat mengejutkan baginya. Sekuat tenaga ia
kembali bertanya pada Bryan.
“ Maksudmu?”
“ Apa aku benar-benar
telah jatuh cinta? Kadang-kadang berpikir tentang perasaanku ini. Tadi aku
sampai gila rasanya terus-menerus memikirkanmu.”
Sebelum Oxi sempat
berkata-kata. Dengan mudahnya Bryan mengganti topik pembicaraan. Bryan agak
malu setelah membuat pernyataan tadi. Pikirnya ini bukan saat yang tepat, belum
saatnya ia menyatakan perasaannya karena itu sendiri belum yakin apa itu rasa cinta.
Oxi hanya bisa menelan ludahnya. Sepertinya hari ini adalah hari yang paling
mengejutkan bagi Oxi.
Mereka berdua terus
bergandengan tangan sampai di lokasi. Lalu mereka melepas pegangan tangan itu
saat mendekati keramaian orang-orang. Dalam hati masing-masing, mereka berharap
takkan bisa melepas pegangan tangan masing-masing. Karena dengan itu mereka
bisa bersama lebih lama lagi. Mereka merasa nyaman satu sama lain sekarang.
Tapi Bryan yang dulu membuat peraturan bodoh ini. Mau tidak mau ia harus menaatinya
karena dia yang sudah membuatnya.
Dalam hati Bryan
membodoh-bodohkan dirinya karena telah membuat peraturan bodoh itu. Ia tak
ingin melepas pegangannya. Tapi Oxi tahu ia harus melakukannya. Lagi-lagi semua
demi Bryan. Oxi rela. Bryan jadi sangat kesal pada dirinya sendiri.
“ Cukup di sini. Aku
harus pergi. Aku tak ingin yang lain tahu dan aku akan malu nantinya.”
Oxi terpana, apa Bryan
harus mengatakan kata-kata itu. Malu? Selama ini hanya karena malu? Bryan
memang tak pernah mau serius dengan dirinya. Jadi selama ini yang ia kerjakan
demi Bryan hanya dianggap sebagai angin lalu. Tadi ia berkata-kata manis, hanya
untuk menjatuhkannya. Ia merasa dipermainkan sekarang. Tak bisa ditahan lagi.
Matanya berkaca-kaca. Percuma saja, Bryan berjalan menjauh tanpa berpaling pada
Oxi.
Bryan berjalan tanpa
berpaling karena hatinya selalu ingin merasa di dekat Oxi. Tak ia sangka
mulutnya tadi tak bisa bekerja sama dengan baik. Ia selalu mengatakan hal-hal
yang menyakitkan pada Oxi. Membuatnya memasang tembok tinggi antara mereka
berdua. Bryan tak ingin Oxi menderita karenanya. Nasi sudah menjadi bubur,
semuanya sudah terlanjur. Ia tak bisa memutar waktu kembali.
Oxi kembali merasa
sedih dan benci. Ia merasa sangat rendah sekarang. Tak akan lagi ia mau
membantu Bryan. Ia sungguh menyesal. Sekarang justru ia ingin membalas
perlakuan Bryan yang membuatnya patah hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar