Kamis, 07 Februari 2013

FF Super Junior: Did You Remember? Part 1


Author                        : Lee Hyohee (@Lousey_Han)
Tittle               : Did you remember? [Part 1/4]
Main Cast       : Lee Hyuk Jae, Han Ji Min
Other Cast      : member Super Junior and family also other illustration cast
Genre              : Romance
Rating             : PG-13
Length                        : Chaptered

Aku selalu merindukanmu…
Aku terus mencarimu…
Tapi apa kau masih mengingatku?
Aku menatap namja itu dari kejauhan, hatiku bergetar dan dadaku mulai sesak. Apakah benar dia orang yang selama ini aku cari? Sepertinya ia sudah banyak berubah.
Saat keluar dari gedung itu, ratusan kamera terus membidiknya. Dengan memakai kacamata hitamnya, ia terus berjalan tanpa menghiraukan kamera-kamera itu. Nampaknya ia kini benar-benar sudah menjadi Superstar, tapi apakah ia masih mengingatku? Mollayo?
***
Musim semi 10 tahun yang lalu,
            Aku masih seorang siswi Geosang High School yang masih lugu. Aku selalu ke sekolah menggunakan bus. Setiap hari aku selalu melakukan rutinitasku yang membosankan. Sekolah-rumah, rumah-sekolah. Selalu saja begitu.
            Di bus, seperti biasanya aku mendengarkan musik sambil membaca buku. Waktu itu bus itu lumayan sepi. Hanya ada dua orang ahjumma, seorang ahjussi, seorang namja, dan tentu saja diriku sendiri. Dua orang ahjumma itu sibuk mengobrolkan anak mereka yang masih sekolah. Mereka bicara dengan suara yang keras, bagiku itu sangat berisik dan mengganggu. Bagaimana tidak? Aku yang menggunakan earphone saja masih bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas, apalagi namja atau ahjussi itu yang duduk lumayan dekat dengan mereka. Ingin sekali rasanya untuk menegur. Tapi apa daya anak kecil sepertiku ini menegur mereka yang sudah tua. Pasti mereka malah balik memarahiku dengan alasan kalau diriku ini tidak sopan.
“ Ahjumma, bisa anda pelankan suara anda? Maaf, tapi sepertinya teman saya ini sangat terganggu,” kata namja itu.
            Mwo? Teman? Sejak kapan aku jadi temannya. Dan bagaimana dia bisa tahu kalau aku terganggu. Ah, lupakan. Yang penting kedua ahjumma tadi tidak terlalu berisik. Tapi sepertinya aku harus berterima kasih pada namja itu.
            “ Gamsahamnida,” kataku pelan padanya.
Ia malah membalas dengan senyuman.
***
Keesokan harinya,
            Aku buru-buru pulang. Hari ini hari peringatan kematian Appa. Aku tidak boleh pulang terlambat. Setelah pelajaran aku memasukkan semua bukuku begitu saja ke dalam tas. Tak peduli harus menatanya dulu. Aku menuju halte dengan setengah berlari. Bus belum juga muncul. Aku melirik jam tanganku, sudah pukul empat sore. Eomma pasti marah. Ah, menyebalkan!
Di bus aku memilih tempat duduk paling dekat pintu agar aku bisa cepat turun. Namja itu lagi, dia sedang duduk manis tepat di belakang tempat dudukku. Ia sedang memasang earphone dan mulai menggerak-gerakkan tangannya. Kurasa dia ikut kelas dance atau entahlah. Bukan urusanku. Aku membuka tas dan sedikit merapikan buku yang sangat berantakan di dalam sini. Payah, sepertinya buku catatanku tertinggal di kelas.
Satu, dua, tiga halte sudah terlewati. Sebentar lagi aku akan turun. Aku bersiap di depan pintu agar aku bisa langsung turun. Nampaknya namja itu juga turun setelah aku turun dari bus. Biasanya dia masih di bus saat aku turun di sini. Apa dia mau ke suatu tempat?
Aku berjalan agak cepat dari biasanya. Namja itu masih ada di belakangku. Dia terus mengikutiku. Aku curiga, aku mempercepat langkahku. Namja itu juga semakin menambah kecepatannya. Apa maunya?
Aku berlari, tapi dia berhasil menyusulku. Dia menepuk bahuku. Aku sungguh terkejut. Aku berhenti dan mulai takut kalau dia punya niat jahat.
“ ya! Berhentilah,”
“ ada apa?”jawabku.
“ ini milikmu kan?” dia mengulurkan sebuah buku.
“ Ini buku catatanku.”
“ jaga barang-barangmu hati-hati. Aku sudah ketinggalan bus karena ini.”
“ gamsahamnida, maaf aku harus buru-buru. Sekali lagi terima kasih. Annyeong,” aku kabur begitu saja.
***
            Hari ini tak terlalu beda dengan yang sebelum-sebelumnya. Aku pulang naik bus lagi. Dan lagi-lagi ada namja itu di sana. Aku mulai sadar ternyata sudah dua tahun ini kami selalu menggunakan bus yang sama dan memiliki jam pulang yang sama. Entah ia sekolah dimana, aku tak pernah melihatnya mengenakan seragam sekolah.
            Hari ini ia menyapaku dahulu. Aku juga balas menyapanya. Sekarang di bus sedikit ramai, apa karena hari ini akhir pekan, ya? Aku berdiri tepat di tengah bus yang juga dekat dengan pintu. Keadaan yang  yang berdesak-desakkan membuatku kadang hampir terjatuh. Dengan tiba-tiba namja itu berdiri dari tempat duduknya dan menawarkan tempat duduknya padaku.
“ Agassi, kau duduk saja. Biar aku yang berdiri. Sepertinya kau kurang nyaman bila berdiri.”
            Aku terkejut. Lagi-lagi namja itu seolah tahu tentang yang aku mau. Kali ini aku harus menolaknya. Aku jadi sungkan kalau ia terus membantuku.
“ Ah, tidak perlu. Aku berdiri saja.”
“ jangan, nanti kau lelah. Sudah untukmu saja.”
“ andweyo, aku di sini saja.”
“ Agassi, jeongmal. Lebih baik kau duduk.”
“ tapi…”
“ sudahlah, biar aku yang berdiri.”
“ bukan itu, tapi itu…”
Tempat duduk itu sudah di duduki seseorang. Kami hanya bisa menelan ludah. Nasib kami berakhir sama yaitu harus berdiri berdesakkan. Salah dia sendiri terlalu lama meninggalkan tempat duduknya. Kalau sedang ramai seperti ini semua orang pasti juga ingin duduk dengan nyaman. Hm, kurasa namja ini sungguh-sungguh pabbo.
Dia berdiri tepat di sampingku, hal ini membuatku sedikit waspada. Walau kami selalu bertemu, bukan berarti  aku mengenalnya. Apakah dia orang baik atau bukan aku tak tahu, bahkan namanya saja aku tidak tahu.
“ Agassi?” panggilnya.
“ Nde?”
“ Kita bahkan belum berkenalan. Hyukjae imnida,” ia mengulurkan tangannya.
“ Ji Min imnida, Han Ji Min” aku menjabat tangannya.
Tiba-tiba bus mengerem mendadak.  Aku pun jatuh dalam pelukannya. Ommo! Secara spontan dia menahanku dan melingkarkan tangannya tepat di bahuku. Kami terdiam beberapa detik dan saling menatap. Bus berjalan lagi, dan aku pun mencoba menegakkan tubuhku.
“ Gamsahamnida,” ucapku padanya atau yang lebih tepatnya gumamku.
Entah ia bisa mendengarnya atau tidak. Pikiranku  sedang kacau. Perasaanku jadi tidak menentu. Untuk kesekian kalinya ia terus menolongku.
“ gwencanayo?” tanyanya.
Aku mengangguk. Aku bahkan tak berani mengangkat wajah dan menatapnya. Aku malu sekali. Untungnya, pemberhentian busku tidak jauh lagi. Aku mengucap salam lalu turun.
            Di kamar, aku sedang berbaring santai. Aku tidak memiliki tugas untuk besok. Jadi aku bisa sedikit istirahat. Aku mulai berpikir kapan terakhir kali aku bersantai seperti ini. Setiap malam aku selalu belajar. Sungguh melelahkan memang.
            Tiba-tiba terlintas bayangan namja itu, hm maksudku Hyukjae. Aku sudah gila sekarang. Kenapa bayangan itu tak bisa hilang dari otakku? Aku coba memejamkan mata berharap bayangannya akan menghilang. Tapi masih saja tak berhasil. Aku terus mencoba berbagai cara tapi tak juga berhasil. Ottokhe???
            Baiklah aku pasrah saja, aku mulai terbiasa dengan bayang-bayang wajahnya. Aku lalu berpikir tentangnya. Menurutku wajahnya tak begitu tampan, kakak kelasku jauh lebih tampan darinya. Tubuhnya tak terlalu tinggi, setidaknya ia punya tinggi rata-rata namja di Korea pada umumnya. Tubuhnya kurus, tapi ia punya warna kulit yang bagus. Gusinya itu sangat mengemaskan, apalagi saat ia tersenyum. Hm, kenapa aku jadi terus mengomentarinya? Ah, pabbo.
            Aku rasa aku mulai menyukainya. Aku mulai tersenyum setiap melihat bayangnya. Sihir apa yang ia lakukan padaku hingga aku bisa begitu menyukainya.
***
            Hari ini aku memulai pagiku dengan senyuman. Semalam aku bermimpi indah. Aku memimpikan Hyukjae. Haha, sungguh aku telah jatuh cinta padanya.
            Di sekolah pun aku tidak bisa fokus. Yang ada dipikiranku adalah segera pulang dan bertemu Hyukjae di bus. Aku mengeluarkan buku catatanku untuk mencatat pelajaran dari guru. Aku menjatuhkan notebookku. Aku memungutnya dan iseng untuk membukanya saja. Ah, sial! Aku lupa, nanti ada pertemuan grup Art. Aku tak bisa pulang lebih awal seperti biasanya. Hummm, padahal aku sudah merindukan Hyukjae. Hyukie ah, bogoshipeoyo.
Di galeri Art,
“ untuk minggu depan kita mulai kegiatan kita lagi. Ujian sudah berlalu, jadi kita harus aktif untuk kegiatan Art. Arraseo?”
“ nde, sunbaenim,” sahut kami bersamaan.
“ Ada selebaran untuk kalian isi. Minggu depan kita berkumpul lagi di jam yang sama. Dan satu hal lagi, pilihan itu akan jadi grup kalian dua tahun mendatang. Jadi pikirkan matang-matang.”
Hari sudah mulai gelap ketika aku baru keluar dari sekolah. Aku berjalan sendirian melalui sebuah jalan yang kecil. Sepi sekali di sini, angin juga berembus kencang. Suasana jadi menakutkan. Ah, aku takut. Aku paling takut dengan hal-hal yang menyeramkan apa lagi hantu.
Samar-samar aku mendengar bunyi langkah kaki. Abaikan saja Ji Min, itu hanya halusinasimu saja. Tapi bunyi itu semakin terdengar jelas, semakin mendekat, semakin dekat, semakin dekat dan hantu itu memanggilku.
“ Ya!”
“ Mwo? Hantu itu memanggilku?”
Aku berlari sekencang aku bisa. Aku berbelok ke sebuah gang, aku berlari lagi dan berbelok entah kemana. Mati aku! Aku tak tahu dimana ini. Ini, ini jalan buntu. Lalu apa yang harus aku lakukan?
Tak terasa aku mulai menangis, badanku basah penuh keringat. Gelap sekali di sini, aku butuh cahaya. Aku tak bisa melihat dengan jelas. Ah, ottokhe?
Aku sungguh ketakutan. Aku mulai menangis sesegukkan. Suara orang melangkah lagi, aku sudah mati lemas. Tak ada yang bisa kulakukan selain menangis dan pasrah.
“ ya!” seru suara itu lagi.
“ nuguseyo?”
“ ini aku.”
“ Nugu?”
Langkah itu sudah sangat dekat dan tiba tepat di hadapanku. Ia ternyata manusia. Apa yang dia inginkan? Apa dia punya niat jahat? Oh Tuhan, tolong aku.
“ Uljimma, ini aku.”
“ hiks, hiks,…. Nugu?” tanyaku untuk kesekian kalinya sambil terisak.
“ Hyukjae, ini aku Hyukjae.”
Tanpa pikir panjang, aku langsung memeluknya. Aku benar-benar ketakutan. Entah apa jadinya kalau tidak ada dia.
“ Aku takut.”
“ Takut apa?”
“ Aku takut.”
Aku menenggelamkan wajahku ke dalam dadanya. Tangisku semakin pecah saat itu. Perlahan dia juga membalas pelukanku. Tangannya menepuk punggungku perlahan, ia berusaha menenangkanku. Jujur aku tersanjung saat itu. Aku merasa sangat nyaman dalam pelukkannya. Mungkin aku benar-benar mencintainya. Aku tak peduli entah dia membalas cintaku atau tidak, yang jelas aku sangat mencintainya.
“ sudah, tenangkan dirimu. Mianhe.”
“ mworago? Maaf untuk apa?”
“ maaf sudah membuatmu ketakutan. Aku sungguh tidak tahu kalau begini jadinya.”
“ jadi?”
“ iya, melihatmu tak juga datang ke halte aku berniat menghampirimu ke Geosang. Dari tadi menunggumu di luar gerbang. Aku bahkan sempat tertidur sebentar di samping pagar taman Geosang. Saat aku bangun ternyata kau sudah keluar dari sana. Aku coba mengikutimu.”
“ lalu, kenapa tidak memanggilku?”
“ Aku tadi sudah memanggilmu. Tapi saat aku mau menyusulmu, kau justru lari. Aku terus mengejarmu, tapi aku kehilangan jejakmu. Tiba-tiba aku mendengar suara yeoja menangis. Sempat kukira kau hantu. Ternyata itu kau.”
“ Kau yang kukira hantu. Pabbo! Aku membencimu. Aku benci,” kataku terus memukul-mukulnya.
“ Mianhe?”
“ Shireo, kau jahat.”
“ sudahlah, aku pergi kalau begitu.”
“ Andweyo, jangan pergi. Aku takut.”
Kami berjalan bergandengan sampai ke jalan raya. Dia mau mengantarku pulang. kami naik bus bersama-sama. Aku sudah sangat lelah, aku juga mengantuk. Sayang tak ada tempat yang kosong. Aku hanya bisa berdiri sambil bergantung, aku mulai terkantuk-kantuk saat itu. Saat aku mulai akan jatuh, dengan baik hati dia mau menjagaku padahal aku tahu kalau saat itu ia sama lelahnya denganku.
Dia benar-benar mengantarkanku sampai rumah. Eomma memarahiku di hadapan Hyukjae. Melihat aku bersama seorang namja,  eomma semakin marah dan bahkan memukuliku.
“ dosa apa aku punya putri sepertimu? Ha? Dari mana saja kau? Apa yang kau lakukan?” kata Eomma sambil terus memukulku.
“ ahjumma, sudah jangan pukuli dia lagi. Dia tadi tersesat.”
“ mwo? Tersesat? Kau, apa kau tahu berapa umurmu? Sudah besar masih saja tersesat.”
Ah, Hyukjae, kau harusnya punya alasan yang lebih kreatif lagi. Aku dimarahi juga karenamu, kan?
“ Eomma, sakit. Jangan pukul di tempat yang sama. Ouh, au. Sakit.”
“ Nak, siapa namamu?” Tanya eomma pada Hyukjae.
“ Lee Hyukjae imnida.”
“ Geumapshimnida, lebih baik kau juga pulang.”
“ Nde, ahjumma. Aku pamit. Annyeong,”
Au! Sebuah pukulan lagi-lagi eomma berikan padaku. Sungguh kejamnya eommaku ini. Andaikan Appa masih hidup, eomma takkan berani memukuliku seperti ini. Appa? Apa kau bisa melihat kami? Eomma semakin kejam padaku. Tak lama kemudian Eomma menjewer telingaku sambil memaksaku masuk.
***
            Dan semenjak itulah aku mulai mengenalnya. Aku baru tahu kalau dia juga seumuran denganku. Dia bersekolah di HwahSoh High School. Tapi ia juga menjalani trainee di SM Entertaiment. Sudah dua tahun ia memulai trainee dan tinggal di asrama. Ia seorang yang sangat menghibur. Setiap hari aku selalu tertawa karenanya. Dan juga akhir-akhir ini ia sedang mengasah bakat dancenya. Ia bercita-cita akan jadi bintang yang sukses di masa depan. Dan aku doakan ia bisa mewujudkannya.
Setiap hari kami pulang bersama, dia selalu terlebih dulu menjemputku di sekolah. Kami jadi sering keluar bersama, ia juga sering ke rumahku. Eomma sekarang justru menyukainya. Eomma seakan lupa siapa yang jadi anak kandungnya. Hahaha, tak apalah itu juga lebih baik. Jadi mereka bisa lebih akrab lagi saat Hyukjae jadi menantunya.
            Sekarang kami berjalan di dekat sungai Han. Hari ini hari Minggu, ia tak punya jadwal latihan jadi ia mengajakku untuk jalan-jalan.
            “ Min ah?”
            “ Nde, Hyukie?”
            “ jangan terlalu sibuk dengan kamera barumu itu. Aku bisa cemburu.”
            “ mwo? Cemburu? Ada-ada saja kau ini, mana bisa cemburu dengan kamera?”
            “ lupakan, teruslah kau memotret.”
            “ ya, kau marah ya? Apa kau kesal padaku?”
            Dia mengacuhkanku dan buang muka. Sepertinya ia benar-benar kesal.  Oh ya, aku akhirnya memilih grup photoghaphy sebagai grup ekstrakurikulerku di sekolah. Sebelumnya aku sempat bingung, tapi Hyukie yang menyarankannya padaku. Dan TA DA! Aku sekarang sudah handal memegang kamera.
Aku harus berusaha membujuknya agar ia tidak marah. Kebetulan aku melihat ada penjual es krim di sana. Aku menarik tangannya untuk kuajak beli es krim.
“ Ya! Jangan menarikku seperti ini. Orang-orang mulai memperhatikan  kita,” dia mencoba protes.
“ Sudah, ikut saja.”
Sampai ke tempat penjual es krim itu, dia jadi tersenyum. Sepertinya dia paham dengan maksudku. Aku membelikannya es krim sebagai permintaan maafku.
“ kau boleh pesan apapun yang kau mau, aku yang traktir.”
“ jeongmal?”
“ hm, tentu. Tapi dengan satu syarat, kau tidak boleh marah lagi ya?”
“ baiklah,” dia lalu mengacak-acak rambutku pelan.
“ aku pesan yang strawberry.”
“ aku yang coklat saja. Ya! Hyukie, kenapa kau sangat menyukai strawberry?”
“ molla, hanya saja aku suka. Apalagi susu rasa strawberry.”
“ kalau begitu setelah kita menikah kita buka kedai susu strawberry saja.”
“ mwo? Menikah? Aish, anak ini. Sudah memikirkan tentang pernikahan.”
“ ini,” penjual itu mengulurkan dua es krim.
“ berapa ahjumma?” tanyaku.
“ ini gratis, karena kalian terlihat sangat manis. Apa kalian pacaran?”
“ anniyo, ahjumma. Kami tidak pacaran,” hyukie berusaha membantahnya.
“ entahlah, kalian mengingatkanku pada masa mudaku.”
“ gamsahamnida, ahjumma.”
            Sejak kapan aku jadi tak tahu malu seperti ini. Tak apalah, sebenarnya aku serius. Ternyata Hyukjae malah menyangkal kalau kami ini terlihat seperti pasangan. Mungkin dia memang tidak menyukaiku. Mungkin dia hanya menganggapku sebagai teman. Rasanya sedikit kecewa memang.
            Aku tak tahu kenapa aku menyukainya. Atau seberapa besar aku mencintainya. Yang jelas sepertinya aku tak bisa hidup jika sehari tak bertemu dengannya. Sebuah colekan es krim di pipiku membuatku tersadar dari lamunanku. Rupanya ia mau mau bermain, ya? Aku mengejarnya, tapi dia malah menghilang. Hm, dengan kepasrahan aku duduk di bangku taman di sana.
            Tiba-tiba ia mengejutkanku dengan membawa sebuah kue ulang tahun dan sebuah boneka beruang yang besar.
            “ Saengil chukae hamnida, Ji Min ah.”
“ jeongmal? Hyukie, bagaimana kau bisa tahu? Aku bahkan tidak pernah bilang padamu tentang hari ulang tahunku.”
Aku dibuatnya terharu. Eomma, ini pasti ulah eomma yang memberitahunya hari ulang tahunku. Ini sangat menyentuh, seumur hidupku baru kali ini aku merayakan ulang tahun. Appa melarangku berulang tahun karena Appa tidak mau membuat teman sebayaku iri.
Kami memang hidup dalam golongan orang menengah ke bawah yang jauh dari hal-hal yang menghambur-hamburkan uang. Appa seorang guru yang mengajar sekolah dasar, dan setelah ia meninggal tiga tahun yang lalu. Jadi keluarga kami memiliki uang tunjangan. Jumlahnya memang tak seberapa, karena itu  eomma jadi sangat bekerja keras untuk membiayai sekolahku. Eomma bekerja sebagai cleaning servise di perusahaan Sendbill milik keluarga Lee. Eomma juga jadi pembantu di rumah keluarga pemiliknya. Ia bekerja khusus untuk mengurus kedua putra Tuan Lee. Jadi eomma sudah menjadi pengasuh di sana dari aku kecil. Aku sendiri merasa tak berguna karena aku justru tidak bisa melakukan apapun kecuali belajar dengan rajin dan berusaha membuat eomma bangga.
Setahuku juga, keluarga Hyukjae juga hampir sama sepertiku. Aku jadi merasa sungkan menerima hadiah darinya ini. Ia pasti jauh hari menabung untuk semua ini. Kejutan darinya ternyata bukan hanya sampai di situ. Ia juga menampilkan pertunjukkan jalanan setelah perayaan ulang tahunku itu. Ia mengajak teman-temannya seperti Jungsoo Oppa dan Xiah Junsu untuk menampilkan sesuatu yang menarik. Kurasa suara Hyukjae tak lebih bagus dari dua orang temannya. Tapi dalam hal dance, Hyukjaelah yang nomor satu.
***
Setahun telah berlalu,
            Kini aku sudah menginjak kelas tiga kelas menengah. Dan yang paling mengejutkan adalah aku jadi ketua grup Art. Aku jadi sering berkonsultasi pada Hyukjae untuk memecahkan masalahku. Kadang ia juga malah berlatih dance dengan grup dance di sekolahku.
            Sekitar tengah malam pada tanggal 14 Februari atau lebih tepatnya hari Valentine, ia menyatakan cintanya padaku dan memintaku untuk jadi pacarnya. Tanpa basa-basi aku langsung menerimanya. Kau tahu kan kalau aku sudah lama menyukainya, jadi buat apa berbasa-basi kalau jawabnya memang iya.
Ia mengeluarkan kotak dari sakunya. Aku terkejut ketika melihat ada cincin di dalamnya. Cincin berwarna putih yang sangat mengagumkan. Sangat cantik.
“ Kau suka?”
“ nde,” aku tersenyum padanya.
“ Maaf, ini bukan emas putih murni. Aku hanya mampu memberimu yang seperti ini.”
“ Tak apa Hyukie, ini sangat indah. Gomawo.”
“ Apa tidak apa-apa? Ini hanya radiant silver ( bahasa terjemahan dari asal kata ‘Eunhyuk’ ), benar kau mau menerimanya?”
“ iya Hyukie, kapan aku menuntut sesuatu yang lebih darimu. Ini sudah cukup, aku menyukainya. Jeongmal gomawo.”
Ia tersenyum lega, aku langsung meraih tangannya. Dan memegangnya erat. Kurasa ia harus mengerti kalau aku sudah sangat menghargai pemberiannya. Hari demi hari kami isi dengan penuh keceriaan. Banyak cerita indah dan penuh kenangan yang mewarnainya.
            Di tahun ini juga aku diperkenalkan dengan keluarganya. Keluarganya sederhana tapi sangat ramah. Ada Appa dan Eommanya, juga seorang noonanya yang bernama Lee Soora. Soora unnie sering mengajakku bicara. Dia sudah seperti unnieku sendiri. Ia banyak bercerita tentang namjachinguku itu.
Eonni bilang padaku bahwa aku harus menjaga Hyukie dengan baik, aku tidak boleh meninggalkannya. Dia sering kali mengalami situasi sulit. Aku harus selalu berada di sampingnya untuk terus memberinya semangat. Dia berhati lembut dan mudah menangis. Ia bahkan tidak tega menyakiti orang lain. Kadang ia punya tingkah laku yang pabbo, tapi aku harap maklum.
Satu hal yang membuatnya bertahan untuk berusaha keras sampai saat ini, ia hanya ingin membahagiakan keluarganya. Tenang saja eonni, aku pasti melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan untuk Hyukjae. Aku akan berusaha menjadi yeojachingu yang baik untuknya, dan akan terus menemaninya di segala suasana. Soo Ra Eonni, Hyukjae, kalian harus percaya padaku.
            Sejauh ini, selama aku mengenalnya. Aku belum pernah melihat Hyukjae sedih atau terluka. Yang kutahu darinya, ia adalah seorang yang periang, selalu bersemangat, dan sangat lucu. Kadang ia terlihat lelah saat sepulang latihan. Tapi saat di hadapanku ia selalu mencoba tersenyum.
***
Dua tahun setelah aku menjadi yeojachingunya,
Ini tahun yang paling berat yang pernah kami alami. Aku harus melewati ujian kelulusan dan ujian masuk universitas. Hyukjae terus berlatih untuk mengejar cita-citanya. Ia sering berangkat pagi buta dan pulang larut malam. Ia jadi jarang pulang ke rumahnya sendiri. Ia juga tak pernah lagi mampir untuk menjenguk Eommaku. Di bus yang penuh kenangan itu aku selalu duduk sendiri. Tak ada Hyukjae, semua serasa kosong. Aku benar-benar merasa kesepian tanpanya. Aku rindu saat-saat ia selalu bersamaku.
“ Mungkin sekarang kau benar-benar sudah melupakanku.  Mungkin semua karena waktu, yang mengubah diriku maupun dirimu, Hyukjae.”
***
Kini roda kehidupanku mulai berputar. Takdir merubah segalanya. Aku kehilangan seseorang yang paling kusayangi di dunia ini. Eomma meninggal saat sempat dua hari dirawat di rumah sakit. 
Saat itu aku mencoba menghubungi Hyukjae, masih tak ada kabar darinya. Aku mencoba mencari alamat asramanya tapi aku tidak menemukannya. Kucari dirinya di SME, tapi aku malah diusir dengan kasar oleh petugas di sana. Mereka kira aku fans fanatik yang mencoba bertemu dengan beberapa idola dari SME. Cih, maaf saja aku bukanlah tipe orang yang seperti itu.
Aku pulang dengan membawa rasa putus asa yang mendalam. Di rumah  aku menemukan beberapa kejanggalan, pagar rumah terbuka begitu saja. Biasanya eomma selalu menutupnya rapat. Setelah aku masuk ke dalam, aku mencium bau hangus. Aku berlari ke dapur. Ternyata eomma membiarkan pancinya sampai gosong.
“ eomma, eomma, kau dimana? Eomma, kenapa apinya kau biarkan menyala?”
Aku terus memanggilnya tapi tak ada tanggapan. Ia mencari eomma ke berbagai sudut ruang di rumah. Akhirnya kutemukan eomma tergeletak di taman belakang rumah. Aku segera mencari bantuan dan membawa eomma ke rumah sakit. Kondisi eomma kritis.
Dua jam setelah dokter memeriksa, eomma didiagnosa menderita komplikasi yang cukup serius. Ada pembekuan darah di otaknya yang sudah lama ia derita. Eomma tak pernah bercerita padaku. Apa mungkin karena aku terlalu sibuk dengan Hyukjae? Sampai aku tak menghiraukan keadaan eomma? Aku merasa sangat menyesal. Aku tak pernah menanggapi saat eomma bilang ia sakit kepala. Ku kira itu hanya bisa-bisanya eomma untuk membujukku keluar kamar untuk memijatnya. Ternyata ia benar-benar sakit saat itu.
Aku anak durhaka. Eomma sakit karena aku. Eomma terlalu bekerja keras juga karena aku. Oh Tuhan! Apa kau sedang menghukumku? Bila aku melepaskan Hyukjae apa Kau akan menyembuhkan Eommaku?
Dua hari eomma tetap tak sadarkan diri.  Hari itu, aku membolos mata kuliah hanya untuk menemani eomma. Entah kenapa aku sangat ingin bersamanya saat itu juga. Sampai larut malam aku terus duduk di bangku samping tempat tidurnya. Dengan mata yang sudah sangat mengantuk aku mencoba terus terjaga untuk eomma. Entah atas dorongan apa aku ingin mengelus rambut eomma yang sudah memutih. Aku membelainya, aku lalu menatap wajahnya. Kerutan itu, kerutan dari wajah cantiknya yang mulai dimakan usia. Aku baru sadar banyak waktu bahagia kami yang terbuang sia-sia.
Aku mulai takut tak bisa lagi melihat eomma tersenyum, aku mulai takut tak bisa mendengar eomma memarahiku, aku juga mulai takut tak bisa melihat eomma membuka mata lagi. Aku mulai menangis, aku raih tangan kanan eomma yang sedang diinfus.
“ Dingin.”
Tangan eomma dingin. Aku coba melihat kembang kempis nafasnya. Tapi sudah tidak ada. Eomma sudah tidak bernafas. Ku pegang urat nadinya, sudah tidak berdenyut.
“ Eomma!!!!!!!”
***
Jum’at pagi, gerimis turun di bukit kecil daerah Mokpo. Aku baru saja sampai untuk  menghadiri upacara penghormatan terakhir eommaku di sana. Appa berasal dari Mokpo, dulu ia juga dimakamkan di sana. Aku putuskan juga memakamkan eomma di samping Appa. Setidaknya agar mereka bisa bersama walau mereka sudah tidak ada di dunia ini lagi.
Keluarga besar Tuan Lee juga hadir pada pemakaman eomma pagi ini. Istri, dan kedua putranya juga ikut hadir. Putra sulungnya yang bernama Lee Sungmin bahkan sangat sedih atas kematian eommaku. Seingatku juga eomma sangat menyayangi anak asuhannya itu. Aku malu bahkan aku tak bisa mengeluarkan air mataku lagi. Aku sekarang benar-benar terlihat seperti anak yang tak berbakti.
Mereka pulang setelah matahari sudah naik ke atas cakrawala. Aku sendiri masih di sini, menemani Appa dan Eommaku. Mungkin aku takkan bisa sering ke Mokpo. Aku pasti akan merindukan mereka. Sampai hari menjelang sore aku masih tetap di sana. Tapi gerimis harus membubarkan pertemuan keluargaku ini.
“ Han Dongjun, Jang Hyojoo. Appa dan eommaku tercinta. Aku harap kalian tenang di sana. Jangan khawatirkan aku, aku pasti bisa hidup sendiri di dunia ini. Aku harap kalian bisa melihatku sukses di masa depan. Aku berjanji akan terus berusaha yang terbaik untuk kalian.”
Aku menaruh buket bunga warna ungu  di atas makam mereka masing-masing. Aku memberi hormat lalu pergi meninggalkan tempat itu. Aku berjalan menuruni bukit itu. Gerimis membuat tanah lama-lama semakin basah. Bukan hanya tanahnya, tapi bajuku ternyata juga sudah basah karena tetesan gerimis yang turun semakin deras dan menjadi hujan. Aku berlari sebisaku untuk mencari tempat berteduh.
Seorang ahjussi yang membawa payung hitam mendekatiku. Sepertinya aku pernah melihatnya. Aku berusaha mengingatnya. Masa kecilku dulu, aku pernah tinggal di sini.
“ Ahjussi?”
Ia tersenyum. “ kau sudah besar rupanya.”
***
Hari itu, hujan tak berhenti turun. Hal ini membuatku tidak bisa kembali ke Seoul. Ahjussi menyuruhku untuk menginap. Ahjussi tadi adalah teman appaku. Dia Lee ahjussi. Bukan Tuan Lee pemilik perusahaan besar itu, tapi hanya nama marga mereka sama. Aku dulu lumayan akrab dengan kedua anaknya. Kami teman sepermainan. Kalau tidak salah nama anaknya Lee Donghwa dan Lee Donghae. Donghwa Oppa lebih tua dua tahun dariku. Tapi Donghae seumuran denganku.
Ahjumma meminjamiku pakaian untuk ganti. Ahjumma tidak punya anak perempuan. Jadi mau tidak mau aku mengenakan pakaian milik Donghae. Sedikit kebesaran memang tapi daripada tidak sama sekali. Hm, namja itu sekarang kemana ya? Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat upacara pemakaman Appa, itu sudah enam tahun.
Keluarga Lee mengajakku makan malam. Lee ahjumma sudah memasak makanan yang istimewa. Ia sengaja memesan daging sapi khusus untukku. Donghwa Oppa sempat protes karena ahjumma bahkan tidak pernah memasak khusus untuknya.
“ Eomma, kau bahkan tidak pernah masak makanan kesukaanku. Ya! Ji Min ssi, aku iri padamu.”
“ jangan bicara seperti itu di depan tamu,” ahjumma menegurnya.
“ Haha, sudah sudah. Kita harus menghibur Ji Min. Ini hari-hari yang sulit baginya. Ji Min, jangan sedih. Jangan sungkan sering datang kemari. Anggaplah kami keluargamu sendiri.”
“ nde, ahjussi. Aku sangat berterima kasih pada kalian. Lee ahjussi, kemana Donghae? Aku tak melihatnya.”
“ Oh, dia. Aku lupa belum memberitahumu. Dia sekarang sedang menjalani trainee di Seoul. Sudah tiga tahun ini tinggal di sana. Yah, aku sendiri yang menyuruhnya jadi penyanyi. Aku harap ia bisa jadi bintang kelak.”
“ di Seoul, ahjussi? Dimana ia diterima kalau aku boleh tahu?”
“ Di SME.”
Aku tersentak dengan jawaban ahjussi. Aku tersedak nasi yang sedang aku kunyah. Oppa langsung mengulurkan segelas air padaku. Kenapa harus di SME? Hal ini jadi mengingatkanku kembali pada Hyukjae.
“ Ah, wae? Ada apa denganmu? Apa ada yang salah?”
“ tidak ahjussi, hanya saja aku juga punya… teman yang sedang trainee di sana.”
“ yeoja? Namja? Siapa namanya?” tanya Donghwa Oppa penasaran.
“ namja, Oppa. Namanya Lee Hyukjae.”
“ kapan-kapan aku akan menanyakannya pada Donghae. Siapa tahu dia kenal.”
***
Seminggu kemudian, ahjussi datang ke Seoul bersama Donghwa Oppa. Mereka ingin menengok keadaan Donghae. Sebelum ke asrama, ahjussi pergi ke rumahku. Mereka mengajakku pergi bersama. Tapi aku tidak bisa menolak ajakan itu. Aku menurut saja ikut bersama mereka ke asrama.
Aku ragu bila nantinya bertemu Hyukjae di sana. Entah apa yang nanti akan kukatakan. Dan firasatku itu benar, saat kami sampai di sana yang membuka pintu adalah Hyukjae. Ia sangat terkejut melihatku di sana. Ahjussi dan Donghae mengobrol di ruang tamu. Dan Hyukjae langsung membawaku masuk ke kamarnya.
“ Ji Min ah, apa yang kau lakukan di sini?”
“ Aku hanya berkunjung.”
“ Apa kau datang bersama Lee ahjussi?”
“ Nde,” aku mulai merasa muak dengannya.
“ Kau mengenalnya?”
“ Nde. Ya! Hyukjae! Kemana saja kau? Aku mencarimu.”
“ Mianhe, aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Ada apa?”
“ anni.”
" bogoshipeoyo Ji Min ah.”
“ ah nde, nado.”
Ia meraih tanganku. Tapi semua terasa hambar. Rinduku padanya sirna semua. Aku ingin menceritakan semua yang aku alami tanpanya. Tapi aku tak mampu mengatakannya karena aku tidak mau menambah bebannya. Cukup aku simpan sendiri. Ia merasa bersalahpun tidak akan mengembalikan Eomma.
Kami hanya bicara sebentar lalu aku pamit. Tapi sebelum aku pulang ia memberiku sebuah nomor telepon. Ia bilang aku boleh menghubunginya kapan saja. Sepulang dari sana aku tak bisa tidur. Aku menatap secarik kertas yang bertuliskan nomor-nomor itu. Aku menghela nafas panjang. Buat apa ia memberiku ini. Sepertinya ia saja sudah tidak memperdulikanku. Aku meremas kertas itu dan asal membuangnya. Aku meraba-raba meja kecil di samping tempat tidurku. Aku mengambil sebuah kotak kecil di situ.
Aku pandangi cincin yang melingkar di jari manisku. Rasanya masih kemarin Hyukjae memintaku jadi yeojachingunya. Tapi setelah apa yang kujalani selama ini, aku jadi sadar kalau hubungan kami tak akan berhasil. Aku melepas cincin itu dan meletakkannya kembali ke dalam kotak. Lalu aku memunggut kertas di bawah kotak itu. Study ke Italy, untuk tiga tahun. Apakah aku akan mengambil kesempatan ini? Aku sekarang sendiri, Hyukjae juga sedang sibuk. Tak ada salahnya aku memulai langkah nyata dalam hidupku. Tapi ini jurusan desain property, jauh dari jurusan seni yang kuambil. Entahlah aku mengantuk.
***
Aku berdiri di bawah lampu taman. Aku yang memintanya datang ke sini. Awalnya ia menolak dengan alasan dia sibuk. Tapi kali ini kami harus benar-benar bertemu. Dia datang dengan wajah yang terpaksa. Aku tahu ini sudah tengah malam. Maaf Hyukie, aku janji ini yang terakhir kalinya. Aku sudah mengambil keputusan untuk pergi.
“ Mianhe, Hyukie,” kataku pelan.
“ Kau ini, kau tahu ini sudah jam berapa? Besok aku harus bangun pagi-pagi sekali.”
“ Maaf telah mengganggumu, tapi aku janji ini yang terakhir.”
“ terakhir? Apa maksudmu?”
“ Aku akan pergi.”
“ Min ah, kau mau kemana?”
“ ke Italy, aku ingin belajar ke sana. Mianhe Hyukie, jeongmal mianhe.”
Hyukjae langsung memelukku erat. Aku pun juga  memeluknya erat. Akankah ini jadi yang terakhir? Aku harap suatu saat nanti kita akan bertemu lagi. Hyukjae, jeongmal saranghae.
“ Maafkan aku Ji Min, apa kau pergi karena aku? Apa aku terlalu mendorongmu terlalu jauh? Kumohon jangan pergi, jangan tinggalkan aku.”
“ tidak bisa, sepertinya kita hanya jalan di tempat. Kau sibuk dengan duniamu, begitu juga aku. Aku sedih bila harus jauh darimu. Tapi sudah aku putuskan untuk pergi,” aku sudah tidak kuat lagi menahan air mataku.
“ Aku …” aku bahkan sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
“ Cincin ini, aku kembalikan padamu. Aku harap kau terus mengingatku selama cincin ini ada padamu. Semoga kau meraih mimpimu dan menjadi Eunhyuk  (radiant silver) yang bersinar.”
Aku harus kuatkan diriku. Aku bertahan di Korea pun mungkin tak ada gunanya. Hyukjae sudah melupakanku, dia sudah memiliki dunianya sendiri. Sekarang saatnya untukku bisa melupakannya.
“ Mianhe,” aku pergi meninggalkannya.
Tiba-tiba Hyukjae meraih tanganku dan menggenggam tanganku erat. Aku menatap matanya. Tatapan itu, tatapan memohon yang tak pernah aku lihat darinya. Tapi tetap saja aku tidak bisa. Ada setetes air mata di sudut matanya. Aku sudah tak tahan lagi. Sebelum aku terpengaruhnya lebih baik aku segera pergi. Aku melepas tangannya dan berlari pergi. Seiring aku melangkah semakin keras aku mengisak. Ternyata itu bukan isakku seorang.  Ia juga menangis?
“ Ji Min ah, katjima! Tteonajima!!! Jebal!!!!”
Air mataku sendiri tak hentinya mengalir saat itu. Mianhe Hyukjae, saranghae…
***

2 komentar:

  1. Maaf postingan FF ini tidak bisa dilanjutkan karena author lupa password blog ini.
    Maaf sekali lagi,

    kunjungi blog kedua saya : http://fishyhaeloveyou.wordpress.com/

    BalasHapus
  2. O ya, FF ini sudah dipost di blog pribadi author yang lain : http://bitteralsosweet.blogspot.com/

    BalasHapus