Pagi ini, Sasha tak begitu bersemangat. Bukan hanya
karena HATE MONDAY, tapi juga karena dia tengah sedih. Tak ada Indra, sobatnya,
rasanya hari berjalan amat lama. Satu hari serasa satu windu.
“Indra, kemana sich kamu? Jangan tinggalin aku
sendiri. Aku nggak bakal bisa menjalani
semua tanpa kamu. Aku kangen banget sama kamu.” batinnya
dalam hati sambil berjalan dengan lemah lesu ke sekolah.
Sampai
di gerbang sekolah, dia membayangkan perpisahannya dengan Indra 2 tahun yang
lalu.
“Memang kita mengenal tak begitu lama, tapi
aku merasa kamu sahabat terbaikku,” kata Indra.
“Terima kasih telah menganggap aku seperti
itu. Kamu juga adalah seseorang paling ramah yang pernah aku temui,” jawab
Nadia.
“Aku akan pergi. Ini aku berikan padamu
kalung agar kamu selalu mengingat aku. Aku janji ketika kembali, kamu adalah
orang pertama yang akan kutemui,” ucap Indra sungguh-sungguh.
“Aku janji akan selalu menjaga
dan memakai kalung ini, In.” Shasa berikrar.
Sasha
dan Indra memang bersahabat dekat, walau mereka baru kenal kurang lebih
setahun. Selalu bersama dalam suka dan duka. Begitu akrab sampai setiap orang
iri dengan kedekatan mereka. Chemistrynya begitu kental, sampai jika salah
seorang pergi satunya seperti kapal berlayar tanpa arah. Begitu berat pukulan
yang harus dialami Sasha, sehingga semakin lama dia terpuruk, prestasi
belajarnya menurun dan yang paling parah terkadang seperti orang linglung yang
sering melamun.
“Sha, ini kalung kamu ketinggalan di meja
makan,” terdengar suara Dino, teman
kakaknya Sasha, sambil mengulurkan kalung berliontin mawar ke tangan.
“Terima kass….,” suara Sasha terputus
ketika melihat mobil Avanza warna metalik mendarat di
dekat gerbang.
Ketika
pintunya terbuka, ternyata Indra. Ya ampun, Sasha terkejut. Dirasanya kakinya
lemas, tubuhnya bergetar, dan air matanya
membendung. Dino berbalik melihat apa yang dilihat Sasha. Dino berpikir kenapa
Sasha begitu shock melihat pemuda itu. Sasha berlari memeluk pemuda itu tanpa
melihat apapun yang ada disekitarnya.
“Indra, aku kangen banget sama kamu,” kata
Sasha dengan air mata mengalir deras.
“Kenapa kau … kau … kau , achh!! Kamu sudah
berubah, aku kecewa. Kamu bahkan nggak ingat janji kamu,” ucap Indra dengan
kaku, melepaskan pelukan Sasha.
“Aku
nggak ngerti, apa yang kamu maksud?”
Tanpa peduli penjelasan Sasha, Indra
bergegas masuk mobil lalu tancap gas. Sasha menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba
Sasha terdiam dan pingsan. Dino memegang Sasha dan mengantarnya pulang.
Semenjak ini Sasha belum tersadar selama tiga hari. Dia masuk rumah sakit.
Semua kerabat, teman, dan keluarganya cemas.
Suatu
malam, tepatnya malam ketiga Sasha opname, ibunya baru mendapat kabar bahwa
selama ini Indra, yang dikenal sebagai sahabat dekat Sasha study ke negeri
kanguru (Australia). Samar-samar mendengar kata-kata tentang Indra, Sasha
merespon memanggil-manggil Indra. Suaranya lemah, terputus-putus, mengandung
rasa sedih. Air matanya meleleh. Melihat responnya, ibunya mengulang memanggil
nama Indra. Perlahan Sasha bangun dan membuka mata.
“Bu, dimana Indra? Aku ingin minta maaf.
Tolong panggil Indra, kata Sasha lirih.
“Tapi,
Indra sudah berangkat ke Australia lagi, Sha?”
“Benarkah?
Ibu, tolong telponkan aku padanya, aku ingin bicara.”
“Baik
akan ibu coba!”
Dua
hari berselang, Indra dan keluarganya tidak dapat dihubungi. Sasha mulai putus
asa dan kesehatannya memburuk. Sasha ijin mau
pergi jalan-jalan mencari udara segar. Sayang tak ada yang menemaninya. Sasha
yang berjalan sekitar taman terpeleset. Kepalanya membentur lantai yang keras.
Terjadi pendarahan serius. Tak ada yang tahu hal ini sampai suster melihatnya.
Sasha
digelendeng menuju ruang operasi. Dokter harus menangani pendarahan serius. Dua
jam operasi berlangsung. Keluarganya beserta Indra cemas, ternyata Indra
kembali ke Indonesia setelah mendengar kabar Sasha sakit parah. Operasi
berjalan lancar, Sasha dipindahkan ke ruang ICU. Tapi dia belum sadar karena
pengaruh obat bius.
Sasha
tersadar. Ia melihat Indra duduk di samping tempat tidurnya. Sasha tersenyum,
Indra malah menitikkan air mata.
“Aku sudah tahu semuanya, maafkan aku salah
paham denganmu”, ucap Indra sedih.
“Aku harus minta maaf padamu. Aku yang
salah melanggar janjiku”, jawab Sasha lirih.
Mereka
berbincang santai, melepas rindu yang selama dua tahun di pendam. Dengan baik
Indra menawarkan apel pada Sasha. Indra keluar sejenak untuk mengupas apel.
Saat kembali ia melihat Sasha tidur sambil tersenyum. Indra memeriksa tangan
Sasha dingin, nadinya tak berdenyut dan tak bernafas lagi. Sasha meninggal
dunia. Indra menangis diikuti tangisan keluarga Sasha pula. Selamat jalan, sahabatku tercinta. Semoga kau hidup tentram.
Tak perlu mengucap janji, janji sejati datang dari
hati. Bawalah persahabatan sampai kau menutup mata. Pagi ini, Sasha tak begitu bersemangat. Bukan hanya
karena HATE MONDAY, tapi juga karena dia tengah sedih. Tak ada Indra, sobatnya,
rasanya hari berjalan amat lama. Satu hari serasa satu windu.
“Indra, kemana sich kamu? Jangan tinggalin aku
sendiri. Aku nggak bakal bisa menjalani
semua tanpa kamu. Aku kangen banget sama kamu.” batinnya
dalam hati sambil berjalan dengan lemah lesu ke sekolah.
Sampai
di gerbang sekolah, dia membayangkan perpisahannya dengan Indra 2 tahun yang
lalu.
“Memang kita mengenal tak begitu lama, tapi
aku merasa kamu sahabat terbaikku,” kata Indra.
“Terima kasih telah menganggap aku seperti
itu. Kamu juga adalah seseorang paling ramah yang pernah aku temui,” jawab
Nadia.
“Aku akan pergi. Ini aku berikan padamu
kalung agar kamu selalu mengingat aku. Aku janji ketika kembali, kamu adalah
orang pertama yang akan kutemui,” ucap Indra sungguh-sungguh.
“Aku janji akan selalu menjaga
dan memakai kalung ini, In.” Shasa berikrar.
Sasha
dan Indra memang bersahabat dekat, walau mereka baru kenal kurang lebih
setahun. Selalu bersama dalam suka dan duka. Begitu akrab sampai setiap orang
iri dengan kedekatan mereka. Chemistrynya begitu kental, sampai jika salah
seorang pergi satunya seperti kapal berlayar tanpa arah. Begitu berat pukulan
yang harus dialami Sasha, sehingga semakin lama dia terpuruk, prestasi
belajarnya menurun dan yang paling parah terkadang seperti orang linglung yang
sering melamun.
“Sha, ini kalung kamu ketinggalan di meja
makan,” terdengar suara Dino, teman
kakaknya Sasha, sambil mengulurkan kalung berliontin mawar ke tangan.
“Terima kass….,” suara Sasha terputus
ketika melihat mobil Avanza warna metalik mendarat di
dekat gerbang.
Ketika
pintunya terbuka, ternyata Indra. Ya ampun, Sasha terkejut. Dirasanya kakinya
lemas, tubuhnya bergetar, dan air matanya
membendung. Dino berbalik melihat apa yang dilihat Sasha. Dino berpikir kenapa
Sasha begitu shock melihat pemuda itu. Sasha berlari memeluk pemuda itu tanpa
melihat apapun yang ada disekitarnya.
“Indra, aku kangen banget sama kamu,” kata
Sasha dengan air mata mengalir deras.
“Kenapa kau … kau … kau , achh!! Kamu sudah
berubah, aku kecewa. Kamu bahkan nggak ingat janji kamu,” ucap Indra dengan
kaku, melepaskan pelukan Sasha.
“Aku
nggak ngerti, apa yang kamu maksud?”
Tanpa peduli penjelasan Sasha, Indra
bergegas masuk mobil lalu tancap gas. Sasha menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba
Sasha terdiam dan pingsan. Dino memegang Sasha dan mengantarnya pulang.
Semenjak ini Sasha belum tersadar selama tiga hari. Dia masuk rumah sakit.
Semua kerabat, teman, dan keluarganya cemas.
Suatu
malam, tepatnya malam ketiga Sasha opname, ibunya baru mendapat kabar bahwa
selama ini Indra, yang dikenal sebagai sahabat dekat Sasha study ke negeri
kanguru (Australia). Samar-samar mendengar kata-kata tentang Indra, Sasha
merespon memanggil-manggil Indra. Suaranya lemah, terputus-putus, mengandung
rasa sedih. Air matanya meleleh. Melihat responnya, ibunya mengulang memanggil
nama Indra. Perlahan Sasha bangun dan membuka mata.
“Bu, dimana Indra? Aku ingin minta maaf.
Tolong panggil Indra, kata Sasha lirih.
“Tapi,
Indra sudah berangkat ke Australia lagi, Sha?”
“Benarkah?
Ibu, tolong telponkan aku padanya, aku ingin bicara.”
“Baik
akan ibu coba!”
Dua
hari berselang, Indra dan keluarganya tidak dapat dihubungi. Sasha mulai putus
asa dan kesehatannya memburuk. Sasha ijin mau
pergi jalan-jalan mencari udara segar. Sayang tak ada yang menemaninya. Sasha
yang berjalan sekitar taman terpeleset. Kepalanya membentur lantai yang keras.
Terjadi pendarahan serius. Tak ada yang tahu hal ini sampai suster melihatnya.
Sasha
digelendeng menuju ruang operasi. Dokter harus menangani pendarahan serius. Dua
jam operasi berlangsung. Keluarganya beserta Indra cemas, ternyata Indra
kembali ke Indonesia setelah mendengar kabar Sasha sakit parah. Operasi
berjalan lancar, Sasha dipindahkan ke ruang ICU. Tapi dia belum sadar karena
pengaruh obat bius.
Sasha
tersadar. Ia melihat Indra duduk di samping tempat tidurnya. Sasha tersenyum,
Indra malah menitikkan air mata.
“Aku sudah tahu semuanya, maafkan aku salah
paham denganmu”, ucap Indra sedih.
“Aku harus minta maaf padamu. Aku yang
salah melanggar janjiku”, jawab Sasha lirih.
Mereka
berbincang santai, melepas rindu yang selama dua tahun di pendam. Dengan baik
Indra menawarkan apel pada Sasha. Indra keluar sejenak untuk mengupas apel.
Saat kembali ia melihat Sasha tidur sambil tersenyum. Indra memeriksa tangan
Sasha dingin, nadinya tak berdenyut dan tak bernafas lagi. Sasha meninggal
dunia. Indra menangis diikuti tangisan keluarga Sasha pula. Selamat jalan, sahabatku tercinta. Semoga kau hidup tentram.
Tak perlu mengucap janji, janji sejati datang dari
hati. Bawalah persahabatan sampai kau menutup mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar